Kamis, 11 November 2021

 Artikel Oleh Gembala Dr. Socratez Yoman Kolonialisme, militerisme, kapitalisme, rasisme, fasisme, ketidakadilan, marginalisasi, pelanggaran berat HAM, genosida (genocide), sejarah Pepera 1969 yang cacat hukum, moral dan tidak demokratis yang dimenangkan ABRI (kini: TNI) dengan moncong senjata adalah sumber sejarah konflik kekerasan Negara  yang terlama/terpanjang di Asia yang menyebabkan wilayah Papua menjadi luka membusuk dan bernanah di dalam tubuh bangsa Indonesia. 

Sumber luka membusuk dan bernanah ini selalu dibalut atau disembunyikan dengan mitos-mitos, stigma dan label yang diproduksi oleh penguasa kolonial firaun modern Indonesia yang menduduki dan menindas rakyat dan bangsa Papua Barat sejak 1 Mei 1963. Mitos-mitos, stigma dan label yang diproduksi dan digunakan negara seperti: separatis, makar, opm, kkb, dan teroris. 

Presisen Ir. Joko Widodo tidak berdaya (powerless) karena berada dibawah sayap atau ketiak, bahkan punggung militer dalam kepemimpin periode pertama dan periode kedua. Kesan penulis, Jokowi pelindung dan pemelihara para militer di tangannya berdarah-darah atau pelaku kejahatan kemanusiaan ( crime against humanity) yang menikmati impunitas. 

Dengan tepat Theo van den broek mengatakan: 

"...suara yang begitu terang untuk meminta perubahan pendekatan dalam menagani persoalan Papua, dari pendekatan keamanan ke pendekatan dialog, tidak didengar oleh pemerintahan di Jakarta. Bahkan, Presiden Jokowi semakin bergerak ke belakang dan perlahan-lahan keluar dari kerumitan persoalan Papua, sedangkan panggung semakin diduduki oleh pensiunan militer: Moeldoko, Ryamizard, Henropriyono, Prabowo, dan Wiranto. Dan, hal ini bukan berita baik bagi Papua." (Sumber: Tuntut Martabat, Orang Papua Dihukum, 2019: 35). 

Nur Hidayati juga mengatakan apa yang dilalukan Presiden Ir. Joko Widodo adalah cacat.  "Pendekatan Jokowi ke Provinsi yang bergolak (Papua) itu pada dasarnya cacat." (Sumber: www.low-justice.co/22 Oktober 2021). 

Prof. Dr. Franz Magnis sudah sampaikan kesimpulan penderitaan rakyat Papua dengan sempurna dan jelas sebagai berikut. 

"Ada kesan bahwa orang-orang Papua mendapat perlakuan seakan-akan mereka belum diakui sebagai manusia. Kita teringat pembunuhan keji terhadap Theys Eluay dalam mobil yang ditawarkan kepadanya unuk pulang dari sebuah resepsi Kopassus." 

"Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak beradab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia." (hal.255). 

"...kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab, sebagai bangsa yang biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua, meski tidak dipakai senjata tajam." (hal.257). (Sumber: Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme). 

Sedangkan Pastor Frans Lieshout, OFM, mengatakan: 

"Orang Papua telah menjadi minoritas di negeri sendiri. Amat sangat menyedihkan. Papua tetaplah luka bernanah di Indonesia." (Sumber: Pastor Frans Lieshout,OFM: Guru dan Gembala Bagi Papua, 2020:601). 

Salah satu obat untuk menyembuhkan luka membusuk dan bernanah di dalam tubuh bangsa Indonesia, Senator asal Aceh, Fachrul Razi usai menghadiri Rapat Komite I di Gedung DPD RI, Senayan, pada  Senin (18/11/2019)
mengatakan: 

“Permasalahan Papua harus dirserahkan ke rakyat Papua sendiri. Jangan melihat Papua dalam kerangka pemerintah pusat atau kacamata provinsi lain. Lihatlah Papua dari hati dan jiwa rakyat Papua.” 

“Kita harus jujur dan berani menyatakan kebenaran bahwa memang terjadi pelanggaran HAM berat di Papua,” 

“Berikan Papua otonomi yang sangat luas. Sebab saya melihat otonomi khusus Papua saat ini bukan otonomi sebenarnya. Jadi jangan lagi dijanji-janjikan otsus (otonomi khusus-red). Otsus itu kan saya lihat ujung-ujungnya tipu-tipu juga.” 

“Jadi berikan Papua itu mengelola pemerintahannya sendiri, mengelola sumberdaya alamnya sendiri, serta mengelola sumberdaya manusianya sendiri." 

Diharapkan, solusi untuk mengakhiri semua persoalan ini ialah perundingan atau dialog damai yang setara antara RI-ULMWP yang dimediasi pihak ketiga yang netral tanpa syarat, seperti GAM Aceh-RI yang pernah dimediasi Helsinki pada 15 Agustus 2015. 

Doa dan harapan saya, tulisan ini membuka wawasan  para pembaca. Selamat mengecap dan menikmati tulisan ini. 

Ita Wakhu Purom, 4 November 2021 

Penulis: 

1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua (PGBWP)
2. Anggota Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (PCC).
4. Aliansi Baptis Dunia (BWA).


0 comments:

AD BANNER

BTemplates.com

Kategori

AD BANNER

Aku Papua

Aku Papua

Izaak S Kijne

Izaak S Kijne

Firman Tuhan


"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohoni, kamu mengucap syurkur kepada Allah di dalam hatimu"



" KOLOSE 3:16"


Post Top Ad

Your Ad Spot

Sponsor

test
Responsive Ads Here

Pengikut

Popular Posts