Selasa, 23 November 2021

Ada seorang tukang sepatu yang selalu ceria dan bahagia. Setiap hari ia selalu menyanyi dengan gembira bersama keluarganya.

Sementara itu tukang sepatu memiliki tetangga yang sangat kaya raya. Pekerjaannya setiap hari adalah menghitung uang yang tidak pernah habis.

Orang kaya itu sangat terganggu dengan nyanyian si tukang sepatu. Tetapi ia bingung mencari cara untuk membungkam mulutnya agar tidak bernanyi lagi. Lalu ia menemukan akal. Dipanggilnya tukang sepatu itu. Lalu orang kaya itu memberinya uang satu tas. Tukang sepatu itu menerimanya dengan sangat senang. Segera tas berisi uang itupun dibawanya pulang dan diserahkan kepada istrinya.

Istri tukang sepatu itu terkejut  dan senang dengan pemberian tersebut. Maka dibukanyalah tas tersebut dan dihitungnya uang itu lembar per lembar. Sementara istrinya menghitung uang, tukang sepatu itu bernyanyi riang.

Ketika menghitung uang dalam tas tersebut, dahi istri tukang sepatu tiba-tiba berkerut. Rupanya ia bingung dengan jumlah uang yang dihitungnya. Ia hitung sekali lagi dan ternyata jumlahnya adalah Rp 99.700.000,-. Ia tidak percaya bila uang dalam tas tersebut jumlahnya seperti itu. Ia hitung berkali-kali dan ternyata jumlahnya tetap Rp 99.700.000,-. Semakin berkerutlah kening istri tukang sepatu sambil bergumam, “Hmmmm, semestinya jumlahnya Rp 100.000.000,- . Tidak mungkin kalau jumlahnya ganjil seperti ini. Kemana yang Rp 300.000,- itu?”

Istri tukang sepatu itu mulai bertanya kepada suaminya. Dan suaminya menjawab bahwa ia tidak mengutak-atik uang dalam tas tersebut.

Makin berkernyitlah kening istri tukang sepatu. Ia mulai curiga kepada suaminya.

“Jangan jangan duitnya disembunyikan ya!”

“Jangan jangan kau mempunyai istri simpanan ya!”

Dan seterusnya.

Pertanyaan-pertanyaan itu mulai menggelisahkan hatinya sehingga akhirnya meledak menjadi pertengkaran. Sejak saat itu rumah tukang sepatu tidak lagi terdengar suara nyanyian dan keceriaan lagi, tetapi pertengkaran demi pertengkaran menghiasi kehidupan keluarga tukang sepatu.

Damai dan sukacita itu lebih bernilai dari sekedar kekayaan dunia.


Rabu, 17 November 2021

Artikel Teladan dan Inspirasi Tokoh
  • Oleh 
Gembala Dr. Socratez S.Yoman,MA

Mahatma Gandhi bukan orang Kristen. Gandhi juga mengatakan saya tidak harus menjadi orang Kristen. Mahatma mengatakan bahwa walaupun saya bukan orang Kristen dan tidak percaya Yesus Kristus, saya mau melaksanakan pengajaran dan perkataan Yesus. Mahatma memegang dan menjadikan pijakannya apa yang Tuhan Yesus ajarkan dan katakan. "Bukan setiap orang yang berkata kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga" (Matius 7:21). Gandhi mengatakan: "Yesus Kristus dicobai Iblis tiga kali di padang gurun dan Yesus tidak kompromi dengan Iblis dan Yesus menang dan Iblis kalah." Sama seperti Yesus tidak kompromi dengan Iblis, maka saya juga tidak akan kompromi dengan kekuasaan Kerajaan Inggris yang menduduki dan menjajah bangsa saya. Saya dengan rakyat India melawan kekuasaan Kerajaan Inggris sampai rakyat India benar-benar merdeka dan bebas di atas tanah leluhur mereka. Gandhi mengatakan, Kerajaan Inggris mempunyai kekuasaan. Mereka mempunyai pusakan tentara lengkap dengan pesawat tempur, kapal perang, tank-tank dan didukung dengan keuangan. Mahatma mengatakan. Saya mempunyai perlengkapan perang melebihi dan melampaui apa yang dimiliki Kerajaan Inggris. Saya memiliki kekuatan senjata yang mampu dan sanggup melumpuhkan dan menghancurkan serta membungkan mulut kekuasaan Kerajaan Inggris. Saya yakin Kerajaan Inggris pasti kalah dalam perang. Saya dengan rakyat India pasti menang. Karena kekuatan senjata yang saya miliki tidak ada pada kekuasaan Kerajaan Inggris. Kerajaan Inggris tidak mampu membeli kekuatan senjata yang saya miliki walapun mereka mempunyai banyak uang. Gandhi mengatakan: Kekuatan senjata saya dan rakyat India untuk mengalahkan kekuasaan Kerajaan Inggris ialah perjuangan dengan jalan DAMAI. Seperti Yesus mengalahkan kuasa Iblis dan kuasa dosa dengan jalan DAMAI. Karena itu, saya tidak menjadi orang Kristen, tetapi saya melaksanakan ajaran dan perkataan Yesus. "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah" (Matius 5:9). Mahadma Gandhi percaya bahwa perjuangan dengan jalan DAMAI tidak mengorbankan rakyat India dan juga tidak mengorbankan serdadu-serdadu Inggris. Pada 30 Mei 2020 saya mengajukan pertanyaan. Pertanyaan Untuk Seluruh Rakyat Papua. Siapa yang mendapat keuntungan besar ketika para pejuang West Papua Merdeka berjuang dengan jalan menggunakan kekerasan senjata/perang? 1. Rakyat dan bangsa West Papua. 2. Pemerintah Indonesia TNI-Polri Penulis mendapat beberapa jawaban pertanyaan saya. Terima kasih saya telah mendapat jawaban dari beberapa orang. Jawaban mereka sebagai berikut: "Jawabannya Nomor 2. Pemerintah Indonesia TNI-POLRI mendapat keuntungan besar. Kalau jalan kekerasan digunakan." "Nomor 2. Akan terjadi penambahan pasukan TNI-Polri di Papua. Mereka dapat banyak keuntungan. Kebanyakan rakyat menjadi korban. Dunia internasional tidak akan mendukung perjuangan dengan kekerasan." "Nomor 2. Kekerasan itu milik Indonesia. TNI-Polri senang kekerasan di Papua. Kekerasan Timor Leste dan Aceh sudah berhenti. Papua daerah kekerasan militer." "Nomor 2, karena kekerasan rakyat banyak mati. Internasional tidak dukung kita. Internasional sangat kekerasan. ULMWP sudah berjuang dengan jalan damai." "Nomor 2 karena Dewan Gereja Dunia sudah dukung ULMWP karena berjuang jalan damai. Pasti gereja tidak senang dan tolak kekerasan." "Nomor 2, saya pikir dulu waktu John Rumbiak sudah ketemu Jenderal Kelly Kwalik, Jenderal Yustinus Murip, Jenderal Goliat Tabuni dan juga Jenderal Yoweni untuk berjuang dengan jalan damai. Saya pikir Pak Yoman tahu proses itu. Kita tiap hari hari diskusi di kantor ELSHAM Padang Bulan. Kita perlu cek pernyataan itu." Penulis juga ajukan pertanyaan kepada para pejuang keadilan, perdamaian, martabat manusia dan penentuan nasib sendiri rakyat dan bangsa West Papua. Apakah Anda mengambil teladan atau contoh perjuangan Mahatma Gandhi? Jalan mana yang tepat supaya tidak korbankan rakyat dan korbankan pihak musuh seperti yang ditempuh Mahatma Gandhi? Mahadma Gandhi juga menerapkan pesan Yesus. Mencari jalan yang tepat dengan menebarkan jalan di tempat yang tepat untuk membebaskan bangsanya dari kolonial Kerajaan Inggris. "Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu memperoleh" (Yohanes 21: 6). Apa artinya dari pesan Firman Tuhan ini? Tuhan Yesus sampaikan mengubah pola dan strategi perjuangan Papua Barat merdeka sesuai dengan perubahan dan perkembangan era. Sekarang era moderen, era digital, era teknologi, era medsos. Karena itu, tebarkanlah jala ke arah yang baru, strategi yang baru dengan inovasi yang baru, kreativitas yang baru, dan harus tinggalkan gaya dan pola primitif, kuno dan usang. Mahatma Gandhi telah mengajarkan kepada para pejuang Papua Barat. "Saya tidak harus menjadi orang Kristen tetapi saya melaksanakan ajaran dan perkataan Yesus, yaitu berjuang dengan jalan DAMAI, DAMAI, DAMAI sampai India merdeka bukan kekerasan. Sesungguhnya cukup banyak senjata ampuh yang dimiliki para pejuang, sebut saja seperti: RASISME, pelanggaran berat ham, sejarah pepera 1969 yg tidak demokratis, perampasan tanah, kegagalan otsus, marjinalisasi (peminggiran) penduduk asli Papua, perampasan hak politik dalam legislatif dan tahanan politik, tahanan rasisme dan masih banyak. Semuanya dapat diperjuangkan dengan jalan DAMAI. Anda pasti menang dan kalahkan musuh. Lahirnya Kesadaran Mohandas Mahatma Gandhi John McCain bersama Mark Salter dalam buku berjudul: "Karakter-Karakter yang Menggugah Dunia" dengan sangat indah mengabadikan pengalaman Moh.Gandhi, bapak dari rakyat & bangsa India. Gandhi berpendidikan hukum di London dan berprofesi menjadi penasihat hukum. Kembali ke India dari London, Inggris dan dari India Gandhi ke Durban Afrika Selatan menjadi Penasihat hukum/Pengacara. Penguasa Apartheid menamakan orang-orang India di Afrika Selatan dengan sebut "coolie" atau "Sami" artinya pelayan atau pesuruh. Untuk pertama kalinya, Gandhi menjadi penasihat hukum/pembela Abdullah Seth. Dalam ruang persidangan Gandhi diminta lepaskan turban/tutup kepala Indianya. Ia marah dan tinggalkan ruang sidang. Ia mau melepaskannya tapi Abdullah nasihati dia jangan melepaskannya. Kalau dilepaskan berarti ia akan mengecilkan hati orang India di Afrika Selatan. Gandhi berbicara di koran Durban dan mengatakan bahwa ia tidak akan melepaskan hak untuk berbusana sesuai kebiasaan di negerinya dan bangsanya menggunakan turban. Masalah ini dibahas banyak koran di Durban dan seluruh Afrika Selatan. Penguasa Apartheid menghina Gandhi dengan julukan: " Tamu yang tidak diharapkan dan Penasihat kelas coolie." Beberapa hari kemudian Abdullah Seth mengirim Gandhi ke Pretoria dengan tiket kereta api kelas utama. Seorang penumpang kulit putih yang memasuki gerbong kelas utama merasa gusar dan marah menemukan seorang coolie berbusana Inggris duduk nyaman bersama orang Eropa. Orang kulit putih ini mengajukan protes kepada kondektur, dan Gandhi segera dipindahkan ke gerbong kelas tiga. Gandhi menolak. Ia diusir dan barang-barangnya disita dan ditinggalkan kedinginan yang luar biasa di malam musim dingin di ruang tunggu stasiun kerepa api. Besoknya ia naik kereta yang lain dengan lancar. Tapi dalam perjalanannya ia dihina lebih parah. Gandhi disuruh pindah ke gerbong sebelah pengemudi. Ia menurut dan tidak mau diturunkan lagi. Kondektur marah besar dan memukul dan mencederai dengan serius jika penumpang lain tak melerai dan boleh duduk bersama mereka. "Gandhi mengalami penghinaan... selama tinggal di Afrika Selatan. Dalam beberapa minggu saja, ia menemukan bahwa orang Eropa abad ke-19 menganut hierarki ras, bahwa mereka ada di atas dan orang kulit berwarna di bawah. Perjalanan ke Pretoria melahirkan perubahan besar dalam dirinya. Lenyap sudah rasa malu. Lenyap sudah rasa tak peduli. Lenyap sudah kenaifan tentang cara kerja dunia. Lenyap sudah ambisi pribadi sederhana untuk hidup pantas bagi keluarganya dan profesi terhormat. Lenyap sudah kebanggaan akan keangkuhan sendiri, digantikan martabat dan kukuh dan penghormatan akan martabat setiap manusia, teman maupun musuh, tak lebih besar atau kecil daripada penghormatan pada martabatnya sendiri. Inilah yang sungguh-sungguh menjadikannya sebagai Mahatma. Kelak ia memandang penghinaan itu dengan rasa syukur, karena semua merupakan petunjuk baginya. Ia menganggap itu sebagai titik balik kehidupannya. Jadi, Tuhan meletakkan batu landasan hidup saya di Afrika Selatan, tulisnya." (2002: hal 16,17). 

Doa dan harapan penulis, artikel pendek ini berguna untuk para pembaca. Ita Wakhu Purom, Minggu, 31 Mei 2020 Penulis: 1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua; 2. Anggota Dewan Gereja Papua (DGP). Kontak: 08124888458

Kamis, 11 November 2021

 Artikel Oleh Gembala Dr. Socratez Yoman Kolonialisme, militerisme, kapitalisme, rasisme, fasisme, ketidakadilan, marginalisasi, pelanggaran berat HAM, genosida (genocide), sejarah Pepera 1969 yang cacat hukum, moral dan tidak demokratis yang dimenangkan ABRI (kini: TNI) dengan moncong senjata adalah sumber sejarah konflik kekerasan Negara  yang terlama/terpanjang di Asia yang menyebabkan wilayah Papua menjadi luka membusuk dan bernanah di dalam tubuh bangsa Indonesia. 

Sumber luka membusuk dan bernanah ini selalu dibalut atau disembunyikan dengan mitos-mitos, stigma dan label yang diproduksi oleh penguasa kolonial firaun modern Indonesia yang menduduki dan menindas rakyat dan bangsa Papua Barat sejak 1 Mei 1963. Mitos-mitos, stigma dan label yang diproduksi dan digunakan negara seperti: separatis, makar, opm, kkb, dan teroris. 

Presisen Ir. Joko Widodo tidak berdaya (powerless) karena berada dibawah sayap atau ketiak, bahkan punggung militer dalam kepemimpin periode pertama dan periode kedua. Kesan penulis, Jokowi pelindung dan pemelihara para militer di tangannya berdarah-darah atau pelaku kejahatan kemanusiaan ( crime against humanity) yang menikmati impunitas. 

Dengan tepat Theo van den broek mengatakan: 

"...suara yang begitu terang untuk meminta perubahan pendekatan dalam menagani persoalan Papua, dari pendekatan keamanan ke pendekatan dialog, tidak didengar oleh pemerintahan di Jakarta. Bahkan, Presiden Jokowi semakin bergerak ke belakang dan perlahan-lahan keluar dari kerumitan persoalan Papua, sedangkan panggung semakin diduduki oleh pensiunan militer: Moeldoko, Ryamizard, Henropriyono, Prabowo, dan Wiranto. Dan, hal ini bukan berita baik bagi Papua." (Sumber: Tuntut Martabat, Orang Papua Dihukum, 2019: 35). 

Nur Hidayati juga mengatakan apa yang dilalukan Presiden Ir. Joko Widodo adalah cacat.  "Pendekatan Jokowi ke Provinsi yang bergolak (Papua) itu pada dasarnya cacat." (Sumber: www.low-justice.co/22 Oktober 2021). 

Prof. Dr. Franz Magnis sudah sampaikan kesimpulan penderitaan rakyat Papua dengan sempurna dan jelas sebagai berikut. 

"Ada kesan bahwa orang-orang Papua mendapat perlakuan seakan-akan mereka belum diakui sebagai manusia. Kita teringat pembunuhan keji terhadap Theys Eluay dalam mobil yang ditawarkan kepadanya unuk pulang dari sebuah resepsi Kopassus." 

"Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak beradab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia." (hal.255). 

"...kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab, sebagai bangsa yang biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua, meski tidak dipakai senjata tajam." (hal.257). (Sumber: Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme). 

Sedangkan Pastor Frans Lieshout, OFM, mengatakan: 

"Orang Papua telah menjadi minoritas di negeri sendiri. Amat sangat menyedihkan. Papua tetaplah luka bernanah di Indonesia." (Sumber: Pastor Frans Lieshout,OFM: Guru dan Gembala Bagi Papua, 2020:601). 

Salah satu obat untuk menyembuhkan luka membusuk dan bernanah di dalam tubuh bangsa Indonesia, Senator asal Aceh, Fachrul Razi usai menghadiri Rapat Komite I di Gedung DPD RI, Senayan, pada  Senin (18/11/2019)
mengatakan: 

“Permasalahan Papua harus dirserahkan ke rakyat Papua sendiri. Jangan melihat Papua dalam kerangka pemerintah pusat atau kacamata provinsi lain. Lihatlah Papua dari hati dan jiwa rakyat Papua.” 

“Kita harus jujur dan berani menyatakan kebenaran bahwa memang terjadi pelanggaran HAM berat di Papua,” 

“Berikan Papua otonomi yang sangat luas. Sebab saya melihat otonomi khusus Papua saat ini bukan otonomi sebenarnya. Jadi jangan lagi dijanji-janjikan otsus (otonomi khusus-red). Otsus itu kan saya lihat ujung-ujungnya tipu-tipu juga.” 

“Jadi berikan Papua itu mengelola pemerintahannya sendiri, mengelola sumberdaya alamnya sendiri, serta mengelola sumberdaya manusianya sendiri." 

Diharapkan, solusi untuk mengakhiri semua persoalan ini ialah perundingan atau dialog damai yang setara antara RI-ULMWP yang dimediasi pihak ketiga yang netral tanpa syarat, seperti GAM Aceh-RI yang pernah dimediasi Helsinki pada 15 Agustus 2015. 

Doa dan harapan saya, tulisan ini membuka wawasan  para pembaca. Selamat mengecap dan menikmati tulisan ini. 

Ita Wakhu Purom, 4 November 2021 

Penulis: 

1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua (PGBWP)
2. Anggota Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (PCC).
4. Aliansi Baptis Dunia (BWA).


Rabu, 10 November 2021

 Ini dapat menimbulkan beberapa pertanyaan?


Apa yang Rakyat Papua Inginkan..?
Mengapa rakyat Papua Barat ingin merdeka di luar Indonesia?
Mengapa rakyat Papua Barat masih tetap meneruskan perjuangan mereka?
Kapan mereka mau berhenti berjuang?
Ada empat faktor yang mendasari keinginan rakyat Papua Barat untuk memiliki negara sendiri yang merdeka dan berdaulat di luar penjajahan manapun, yaitu:

1. Hak
2. Budaya
3. Latar Belakang Sejarah
4. Realitas Kehidupan

1. Hak
Kemerdekaan adalah »hak« berdasarkan Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration on Human Rights) yang menjamin hak-hak individu dan berdasarkan Konvenant Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang menjamin hak-hak kolektif di dalam mana hak penentuan nasib sendiri (the right to self-determination) ditetapkan.
»All peoples have the right of self-determination. By virtue of that right they freely determine their political status and freely pursue their economic, social and cultural development - Semua bangsa memiliki hak penentuan nasib sendiri. Atas dasar mana mereka bebas menentukan status politik mereka dan bebas melaksanakan pembangunan ekonomi dan budaya mereka«
(International Covenant on Civil and Political Rights, Article 1). Nation is used in the meaning of People (Roethof 1951:2) and can be distinguished from the concept State - Bangsa digunakan dalam arti Rakyat (Roethof 1951:2) dan dapat dibedakan dari konsep Negara (Riop Report No.1). Riop menulis bahwa sebuah negara dapat mencakup beberapa bangsa, maksudnya kebangsaan atau rakyat (A state can include several nations, meaning Nationalities or Peoples).
Ada dua jenis the right to self-determination (hak penentuan nasib sendiri), yaitu external right to self-determination dan internal right to self-determination.
External right to self-determination yaitu hak penentuan nasib sendiri untuk mendirikan negara baru di luar suatu negara yang telah ada. Contoh: hak penentuan nasib sendiri untuk memiliki negara Papua Barat di luar negara Indonesia. External right to self-determination, or rather self-determination of nationalities, is the right of every nation to build its own state or decide whether or not it will join another state, partly or wholly (Roethof 1951:46) - Hak external penentuan nasib sendiri, atau lebih baiknya penentuan nasib sendiri dari bangsa-bangsa, adalah hak dari setiap bangsa untuk membentuk negara sendiri atau memutuskan apakah bergabung atau tidak dengan negara lain, sebagian atau seluruhnya (Riop Report No.1). Jadi, rakyat Papua Barat dapat juga memutuskan untuk berintegrasi ke dalam negara tetangga Papua New Guinea. Perkembangan di Irlandia Utara dan Irlandia menunjukkan gejala yang sama. Internal right to self-determination yaitu hak penentuan nasib sendiri bagi sekelompok etnis atau bangsa untuk memiliki daerah kekuasaan tertentu di dalam batas negara yang telah ada. Suatu kelompok etnis atau suatu bangsa berhak menjalankan pemerintahan sendiri, di dalam batas negara yang ada, berdasarkan agama, bahasa dan budaya yang dimilikinya. Di Indonesia dikenal Daerah Istimewa Jogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh. Pemerintah daerah-daerah semacam ini biasanya dilimpahi kekuasaan otonomi ataupun kekuasaan federal. Sayangnya, Jogyakarta dan Aceh belum pernah menikmati otonomi yang adalah haknya.

2. Budaya
Rakyat Papua Barat, per definisi, merupakan bagian dari rumpun bangsa atau ras Melanesia yang berada di Pasifik, bukan ras Melayu di Asia. Rakyat Papua Barat memiliki budaya Melanesia. Bangsa Melanesia mendiami kepulauan Papua (Papua Barat dan Papua New Guinea), Bougainville, Solomons, Vanuatu, Kanaky (Kaledonia Baru) dan Fiji. Timor dan Maluku, menurut antropologi, juga merupakan bagian dari Melanesia. Sedangkan ras Melayu terdiri dari Jawa, Sunda, Batak, Bali, Dayak, Makassar, Bugis, Menado, dan lain-lain.
Menggunakan istilah ras di sini sama sekali tidak bermaksud bahwa saya menganjurkan rasisme. Juga, saya tidak bermaksud menganjurkan nasionalisme superior ala Adolf Hitler (diktator Jerman pada Perang Dunia II). Adolf Hitler menganggap bahwa ras Aria (bangsa Germanika) merupakan manusia super yang lebih tinggi derajat dan kemampuan berpikirnya daripada manusia asal ras lain. Rakyat Papua Barat sebagai bagian dari bangsa Melanesia merujuk pada pandangan Roethof sebagaimana terdapat pada ad 1 di atas.

3. Latarbelakang Sejarah
Kecuali Indonesia dan Papua Barat sama-sama merupakan bagian penjajahan Belanda, kedua bangsa ini sungguh tidak memiliki garis paralel maupun hubungan politik sepanjang perkembangan sejarah. Analisanya adalah sebagai
berikut:

Pertama: Sebelum adanya penjajahan asing, setiap suku, yang telah mendiami Papua Barat sejak lebih dari 50.000 tahun silam, dipimpin oleh kepala-kepala suku (tribal leaders). Untuk beberapa daerah, setiap kepala suku dipilih secara demokratis sedangkan di beberapa daerah lainnya kepala suku diangkat secara turun-temurun. Hingga kini masih terdapat tatanan pemerintahan tradisional di beberapa daerah, di mana, sebagai contoh, seorang Ondofolo masih memiliki kekuasaan tertentu di daerah Sentani dan Ondoafi masih disegani oleh masyarakat sekitar Yotefa di Numbai. Dari dalam tingkat pemerintahan tradisional di Papua Barat tidak terdapat garis politik vertikal dengan kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia ketika itu.
Kedua: Rakyat Papua Barat memiliki sejarah yang berbeda dengan Indonesia dalam menentang penjajahan Belanda dan Jepang. Misalnya, gerakan Koreri di Biak dan sekitarnya, yang pada awal tahun 1940-an aktif menentang kekuasaan Jepang dan Belanda, tidak memiliki garis komando dengan gerakan kemerdekaan di Indonesia ketika itu. Gerakan Koreri, di bawah pimpinan Stefanus Simopiaref dan Angganita Menufandu, lahir berdasarkan kesadaran pribadi bangsa Melanesia untuk memerdekakan diri di luar penjajahan asing.
Ketiga: Lamanya penjajahan Belanda di Indonesia tidak sama dengan lamanya penjajahan Belanda di Papua Barat. Indonesia dijajah oleh Belanda selama sekitar 350 tahun dan berakhir ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949. Papua Barat, secara politik praktis, dijajah oleh Belanda selama 64 tahun (1898-1962).
Keempat: Batas negara Indonesia menurut proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah dari »Aceh sampai Ambon«, bukan dari »Sabang sampai Merauke«. Mohammed Hatta (almarhum), wakil presiden pertama RI dan lain-lainnya justru menentang dimasukkannya Papua Barat ke dalam Indonesia (lihat Karkara lampiran I, pokok Hindia Belanda oleh Ottis Simopiaref).
Kelima: Pada Konferensi Meja Bundar (24 Agustus - 2 November 1949) di kota Den Haag (Belanda) telah dimufakati bersama oleh pemerintah Belanda dan Indonesia bahwa Papua Barat tidak merupakan bagian dari negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Status Nieuw-Guinea akan ditetapkan oleh kedua pihak setahun kemudian. (Lihat lampiran II pada Karkara oleh Ottis Simopiaref).
Keenam: Papua Barat pernah mengalami proses dekolonisasi di bawah pemerintahan Belanda. Papua Barat telah memiliki bendera national »Kejora«, »Hai Tanahku Papua« sebagai lagu kebangsaan dan nama negara »Papua Barat«. Simbol-simbol kenegaraan ini ditetapkan oleh New Guinea Raad / NGR (Dewan New Guinea). NGR didirikan pada tanggal 5 April 1961 secara demokratis oleh rakyat Papua Barat bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Nama negara, lagu kebangsaan serta bendera telah diakui oleh seluruh rakyat Papua Barat dan pemerintah Belanda.
Ketujuh: Dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei 1963, Papua Barat merupakan daerah perwalian PBB di bawah United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) dan dari tahun 1963 hingga 1969, Papua Barat merupakan daerah perselisihan internasional (international dispute region). Kedua aspek ini menggaris-bawahi sejarah Papua Barat di dunia politik internasional dan sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan perkembangan sejarah Indonesia bahwa kedua bangsa ini tidak saling memiliki hubungan sejarah.
Kedelapan: Pernah diadakan plebisit (Pepera) pada tahun 1969 di Papua Barat yang hasilnya diperdebatkan di dalam Majelis Umum PBB. Beberapa negara anggota PBB tidak setuju dengan hasil Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) karena hanya merupakan hasil rekayasa pemerintah Indonesia. Adanya masalah Papua Barat di atas agenda Majelis Umum PBB menggaris-bawahi nilai sejarah Papua Barat di dunia politik internasional. Ketidaksetujuan beberapa anggota PBB dan kesalahan PBB dalam menerima hasil Pepera merupakan motivasi untuk menuntut agar PBB kembali memperbaiki sejarah yang salah. Kesalahan itu sungguh melanggar prinsip-prinsip PBB sendiri. (Silahkan lihat lebih lanjut pokok tentang Pepera dalam Karkara oleh Ottis Simopiaref).
Kesembilan: Rakyat Papua Barat, melalui pemimpin-pemimpin mereka, sejak awal telah menyampaikan berbagai pernyataan politik untuk menolak menjadi bagian dari RI. Frans Kaisiepo (almarhum), bekas gubernur Irian Barat, pada konferensi Malino 1946 di Sulawesi Selatan, menyatakan dengan jelas bahwa rakyatnya tidak ingin dihubungkan dengan sebuah negara RI (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Johan Ariks (alm.), tokoh populer rakyat Papua Barat pada tahun 1960-an, menyampaikan secara tegas perlawanannya terhadap masuknya Papua Barat ke dalam Indonesia (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Angganita Menufandu (alm.) dan Stefanus Simopiaref (alm.) dari Gerakan Koreri, Raja Ati Ati (alm.) dari Fakfak, L.R. Jakadewa (alm.) dari DVP-Demokratische Volkspartij, Lodewijk Mandatjan (alm.) dan Obeth Manupapami (alm.) dari PONG-Persatuan Orang Nieuw-Guinea, Barend Mandatjan (alm.), Ferry Awom (alm.) dari Batalyon Papua, Permenas Awom (alm.), Jufuway (alm.), Arnold Ap (alm.), Eliezer Bonay (alm.), Adolf Menase Suwae (alm.), Dr. Thomas Wainggai (alm.), Nicolaas Jouwe, Markus Wonggor Kaisiepo dan lain-lainnya dengan cara masing-masing, pada saat yang berbeda dan kadang-kadang di tempat yang berbeda memprotes adanya penjajahan asing di Papua Barat.

4. Realitas Sekarang
Rakyat Papua Barat menyadari dirinya sendiri sebagai bangsa yang terjajah sejak adanya kekuasaan asing di Papua Barat. Kesadaran tersebut tetap menjadi kuat dari waktu ke waktu bahwa rakyat Papua Barat memiliki identitas tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Di samping itu, penyandaran diri setiap kali pada identitas pribadi yang adalah dasar perjuangan, merupakan akibat dari kekejaman praktek-praktek kolonialisme Indonesia. Perlawanan menjadi semakin keras sebagai akibat dari (1) penindasan yang brutal, (2) adanya ruang-gerak yang semakin luas di mana seseorang dapat mengemukakan pendapat secara bebas dan (3) membanjirnya informasi yang masuk tentang sejarah Papua Barat. Rakyat Papua Barat semakin mengetahui dan mengenal sejarah mereka. Kesadaran merupakan basis untuk mentransformasikan realitas, sebagaimana almarhum Paulo Freire (profesor Brasilia dalam ilmu pendidikan) menulis. Semangat juang menjadi kuat sebagai akibat dari kesadaran itu sendiri.
Pada tahun 1984 terjadi exodus besar-besaran ke negara tetangga Papua New Guinea dan empat pemuda. Memasuki kedutaan besar Belanda di Jakarta untuk meminta suaka politik. Permintaan suaka politik ke kedubes Belanda merupakan yang pertama di dalam sejarah Papua Barat. Gerakan yang dimotori Kelompok Musik-Tari Tradisional, Mambesak di bawah pimpinan Arnold Ap (alm.) merupakan manifestasi politik anti penjajahan yang dikategorikan terbesar sejak tahun 1969. Kebanyakan anggota Mambesak mengungsi dan berdomisili di Papua New Guinea sedangkan sebagian kecil masih berada dan aktif di Papua Barat.

Dr. Thomas Wainggai (alm.) memimpin aksi damai besar pada tanggal 14 Desember 1988 dengan memproklamirkan kemerdekaan negara Melanesia Barat (Papua Barat). Setahun kemudian pada tanggal yang sama diadakan lagi aksi damai di Numbai (nama pribumi untuk Jayapura) untuk memperingati 14 Desember. Dr. Thom Wainggai dijatuhkan hukuman penjara selama 20 tahun, namun beliau kemudian meninggal secara misterius di penjara Cipinang. Papua Barat dilanda berbagai protes besar-besaran selama tahun 1996. Tembagapura bergelora bagaikan air mendidih selama tiga hari (11-13 Maret). Numbai terbakar tanggal 18 Maret menyusul tibanya mayat Thom Wainggai. Nabire dijungkir-balik selama 2 hari (2-3 Juli). Salah satu dari aksi damai terbesar terjadi awal Juli 1998 di Biak, Numbai, Sorong dan Wamena, kemudian di Manokwari. Salah satu pemimpin dari gerakan bulan Juli 1998 adalah Drs. Phillip Karma. Drs. P. Karma bersama beberapa temannya sedang ditahan di penjara Samofa, Biak sambil menjalani proses pengadilan. Gerakan Juli 1998 merupakan yang terbesar karena mencakup daerah luas yang serentak bergerak dan memiliki jumlah massa yang besar. Gerakan Juli 1998 terorganisir dengan baik dibanding gerakan-gerakan sebelumnya. Di samping itu, Gerakan Juli 1998 dapat menarik perhatian dunia melalui media massa sehingga beberapa kedutaan asing di Jakarta menyampaikan peringatan kepada ABRI agar menghentikan kebrutalan mereka di Papua Barat. Berkat Gerakan Juli 1998 Papua Barat telah menjadi issue yang populer di Indonesia dewasa ini. Di samping sukses yang telah dicapai terdapat duka yang paling dalam bahwa menurut laporan dari PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) lebih dari 140 orang dinyatakan hilang dan kebanyakan mayat mereka telah ditemukan terdampar di Biak. Menurut laporan tersebut, banyak wanita yang diperkosa sebelum mereka ditembak mati. Realitas penuh dengan represi, darah, pemerkosaan, penganiayaan dan pembunuhan, namun perjuangan tetap akan dilanjutkan. Dan terakhir Kasus Penembakan AKTIVIS PERJUANGAN PAPUA ( MAKO MUSA TABUNI ) Oleh Aparat gabungan NKRI. Rakyat Papua Barat menyadari dan mengenali realitas mereka sendiri. Mereka telah mencicipi betapa pahitnya realitias itu. Mereka hidup di dalam dan dengan suatu dunia yang penuh dengan ketidakadilan, namun kata-kata Martin Luther King masih disenandungkan di mana-mana bahwa »We shall overcome someday!« (Kita akan menang suatu ketika!).


Menurut catatan sementara, diperkirakan bahwa sekitar 400 ribu orang Papua telah meninggal sebagai akibat dari dua hal yaitu kebrutalan ABRI dan kelalaian politik pemerintah. Sadar atau tidak, pemerintah Indonesia telah membuat sejarah hitam yang sama dengan sejarah Jepang, Jerman, Amerikat Serikat, Yugoslavia dan Rwanda. Jepang

Sejarah Papua Barat telah menjadi kuat, sarat, semakin terbuka dan kadang-kadang meledak. Perjuangan kemerdekaan Papua Barat tidak pernah akan berhenti atau dihentikan oleh kekuatan apapun kecuali ketiga faktor (hak, budaya dan latarbelakang sejarah) tersebut di atas dihapuskan keseluruhannya dari kehidupan manusia bermartabat. Rakyat Papua Barat akan meneruskan perjuangannya untuk menjadi negara tetangga yang baik dengan Indonesia. Rakyat Papua Barat akan meneruskan perjuangannya untuk menjadi bagian yang setara dengan masyarakat internasional. Perjuangan akan dilanjutkan hingga perdamaian di Papua Barat tercapai. Anak-anak, yang orang-tuanya dan kakak-kakaknya telah menjadi korban kebrutalan ABRI tidak akan hidup damai selama Papua Barat masih merupakan daerah jajahan. Mereka akan meneruskan perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Mereka akan meneriakkan pekikan Martin Luther King, pejuang penghapusan perbedaan warna kulit di Amerka Serikat, "Lemparkan kami ke penjara, kami akan tetap menghasihi. Lemparkan bom ke rumah kami, dan ancamlah anak-anak kami, kami tetap mengasihi". Rakyat Papua Barat mempunyai sebuah mimpi yang sama dengan mimpinya Martin Luther King, bahwa »kita akan menang suatu ketika«.


--------------------------------------------------------------------------------
Tulisan di atas dipetik dari diktat berjudul Karkara karangan Ottis Simopiaref. Ottis Simopiaref lahir tahun 1953 di Biak, Papua Barat dan sedang berdomisi di Belanda sejak 14 Maret 1984 setelah bersama tiga temannya lari dan meminta suaka politik di Kedutaan Besar Belanda di Jakarta tanggal 28 Februari 1984.
--------------------------------------------------------------------------------

Sekelompok turis memiliki waktu tiga puluh menit untuk menyaksikan matahari terbit di puncak gunung.

Begitu fajar tiba, semua sibuk berfoto. Akibatnya, mereka tidak sempat berdiam diri untuk menyaksikan indahnya momen itu; saat sinar matahari perlahan-lahan menerangi gunung dan lembah; saat langit berubah menjadi jingga; betapa agungnya burung-burung elang terbang di kejauhan dengan pekikan suara membelah kesunyian pagi; menikmati hangatnya matahari pagi menerpa wajah.

Para turis pulang dengan hanya membawa koleksi foto, tetapi kehilangan momen terindah! Mereka pernah ke sana, tetapi tak pernah sungguh hadir di sana.

Hal serupa terjadi atas Marta. Ketika Yesus mendatangi rumahnya, ia sibuk memasak. Marta ingin menjadi tuan rumah yang baik. Namun, kesibukan itu membuatnya kehilangan momen untuk bersama-sama dengan Yesus. "Hanya satu saja yang perlu," kata Yesus. Dia tidak perlu makanan lezat. Dia mengharapkan kehadiran Marta. Sebuah persekutuan seperti yang dilakukan oleh Maria.

Tuhan kerap memberi momen yang indah kepada kita. Momen untuk beribadah di gereja. Momen untuk bercengkerama bersama keluarga. Momen untuk menunjukkan rasa cinta pada hari ulang tahun kekasih kita. Momen untuk menyaksikan keindahan alam ciptaan Tuhan. Pastikan kita benar-benar hadir dan menikmati tiap momen. Jangan sampai kesibukan kita merusak momen itu.


Oleh Dr. Socratez S.Yoman

1. Pendahuluan

Penguasa Indonesia, TNI-Polri tidak sadar bahwa bayi atau anak yang bernama Separatis adalah hasil dari kawin paksa. Indonesia kawin paksa dengan West Papua yang melahirkan bayi atau anak yang benama Separatis. 

Bayi separatis itu tidak turun dari langit. Bayi separatis itu tidak lahir sendiri. Bayi separatis itu ada bapak dan ibunya. Ayah dan ibunya ialah pemerintah Indonesia dan TNI-Polri.

Bayi separatis lahir dari hasil kawin paksa Indonesia, TNI-Polri dengan bangsa West Papua. Anak yang bernama separatis itu tidak terima kawin paksa maka bayi separatis itu melakukan penolakan dan perlawanan karena bayi anggap diri sebagai anak haram dan anak tidak sah. Pepera 1969 peristiwa kawin paksa dengan moncong senjata.

Rakyat West Papua adalah sebuah bangsa. Ia bukan sebuah provinsi. Pendudukan dan penjajahan Indonesia di West Papua ialah ilegal. Penguasa Indonesia adalah penjajah dan kolonial moderen. Proses pengintegrasian juga dengan proses ilegal. Penggabungan West Papua ke dalam wilayah Indonesia dengan moncong senjata/kawin paksa dan sangat tidak manusiawi. Hermanus Wayoi (Herman) pernah mengabadikan satu pernyataan sebagai berikut:

" Secara de facto dan de jure Tanah Papua atau Irian Barat tidak termasuk wilayah Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Jadi, Tanah Papua bukan wilayah Indonesia, melainkan dijadikan daerah perisai/tameng atau bemper bagi Republik Indonesia." 

(Sumber: Tanah Papua (Irian Jaya) Masih Dalam Status Tanah Jajahan. Dikutip dalam buku Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat: Yoman, 2007 

Menurut Dr. George Junus Aditjondro, bahwa, "Dari kaca mata yang lebih netral, hal-hal apa saja yang dapat membuat klaim Indonesia atas daerah Papua Barat ini pantas untuk dipertanyakan" ( 2000, hal.8).

Sementara Robin Osborn berpendapat: "...bahwa penggabungan daerah bekas jajahan Belanda itu ke dalam wilayah Indonesia didasarkan pada premis yang keliru....Kini, premis ini diragukan keabsahannya berdasarkan hukum Internasional" (2000, hal. xxx).

Pdt. Dr. Karel Phil Erari menegaskan: "Secara hukum, integrasi Papua ke dalam NKRI bermasalh" (2006, hal. 182).

Seluruh rakyat Indonesia dan komunitas Internasional tidak tahu tentang kejahatan, kekejaman dan brutalnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang merampok hak politik rakyat dan bangsa West Papua pada 1969 yang mengakibatkan kawin paksa. 

Menurut Amiruddin al Rahab: "Papua berintegrasi dengan Indonesia dengan punggungnya pemerintahan militer." (Sumber: Heboh Papua Perang Rahasia, Trauma Dan Separatisme, 2010: hal. 42). 

Apa yang disampaikan Amiruddin, ada fakta sejarah, militer terlibat langsung dan berperan utama dalam pelaksanaan PEPERA 1969. Duta Besar Gabon pada saat Sidang Umum PBB pada 1969 mempertanyakan pada pertanyaan nomor 6: "Mengapa tidak ada perwakilan rahasia, tetapi musyawarah terbuka yang dihadiri pemerintah dan militer?" 

(Sumber: United Nations Official Records: 1812th Plenary Meeting of the UN GA, agenda item 108, 20 November 1969, paragraf 11, hal.2).

"Pada 14 Juli 1969, PEPERA dimulai dengan 175 Anggota Dewan Musyawarah untuk Merauke. Dalam kesempatan itu kelompok besar tentara Indonesia hadir..." (Sumber: Laporan Resmi PBB Annex 1, paragraf 189-200).

Surat pimpinan militer berbunyi: " Mempergiatkan segala aktivitas di masing-masing bidang dengan mempergunakan semua kekuatan material dan personil yang organik maupun B/P-kan baik dari AD maupun dari lain angkatan. Berpegang teguh pada pedoman. Referendum di Irian Barat (IRBA) tahun 1969 HARUS DIMENANGKAN, HARUS DIMENANGKAN..." (Sumber: Surat Telegram Resmi Kol. Inf.Soepomo, Komando Daerah Daerah Militer Tjenderawasih Nomor: TR-20/PS/PSAD/196, tertanggal 20-2-1967, berdasarkan Radio Gram MEN/PANGAD No:TR-228/1967 TBT tertanggal 7-2-1967, perihal: Menghadapi Refendum di IRBA ( Irian Barat) tahun 1969).

Militer Indonesia benar-benar menimpahkan malapetaka bagi bangsa West Papua. Hak politik rakyat dan bangsa West Papua benar-benar dikhianati. Hak dasar dan hati nurani rakyat West Papua dikorbankan dengan moncong senjata militer Indonesia. Kekejaman TNI bertolak belakang dengan fakta menyatakan mayoritas 95% rakyat West Papua memilih untuk merdeka. 

"...bahwa 95% orang-orang Papua mendukung gerakan kemerdekaan Papua." 

(Sumber: Pertemuan Rahasia Duta Besar Amerika Serikat utk Indonesia dengan Anggota Tim PBB, Fernando Ortiz Sanz, pada Juni 1969: Summary of Jack W. Lydman's report, July 18, 1969, in NAA).

Duta Besar RI, Sudjarwo Tjondronegoro mengakui: "Banyak orang Papua kemungkinan tidak setuju tinggal dengan Indonesia."

(Sumber: UNGA Official Records MM.ex 1, paragraf 126).

Dr. Fernando Ortiz Sanz melaporkan kepada Sidang Umum PBB pada 1969:

"Mayoritas orang Papua menunjukkan berkeinginan untuk berpisah dengan Indonesia dan mendukung pikiran mendirikan Negarva Papua Merdeka." (Sumber: UN Doc. Annex I, A/7723, paragraf 243, hal. 47).


2. Apakah Ir. Sukarno juga Separatis?

Jawabannya dalam perspektif kolonial Belanda, ya dan benar bahwa Ir. Sukarno adalah separatis karena ia melawan kedaulatan penjajah dan kolonial Belanda di Indonesia. Karena itu, pemimpin pemberontak dan separatis ini ditangkap penguasa Belanda dan mengasingkan Sukarno di Boven Digul dan pulau Ende di Flores. 

Apa bedanya Ir. Sukarno sebagai separatis melawan kolonial Belanda dan para pejuang West Papua Merdeka yang melawan kolonial Indonesia?

Contoh lain ialah kolonial Apartheid memberikan stigma kepada Nelson Rolihlahla Mandela ialah pemimpin Komunis yang berjuang untuk menggulingkan pemerintahan Apartheid yang sah di Afrika Selatan. Nelson yang lahir pada 18 Juli 1918 dituduh Apartheid bahwa orang yang berbahaya yang melawan Undang-Undang Anti Komunisme.

Contoh lain adalah Mahatma Gandhi adalah pembela atau penasihat hukum orang-orang India di Afrika Selatan. Di Afrika Selatan, secara sopan orang India disebut 'orang berwarna.' Sedangkan secara kasar disebut 'coolie atau 'Sami' yang artinya buruh dan pelayan. Jadi, Mahadma Gandhi diberikan stigma penasihat para "coolie" atau "Sami." 

Dalam stigma yang merendahkan martabat dirinya dan bangsanya dengan sebutan "Coolie dan Sami", Gandhi segera mendidik dirinya untuk memperjuangkan nasib buruk orang India di Afrika Selatan, memimpin gerakan untuk menyuarakan serta menuntut penghormatan hak hidup mereka. 

Gandhi mengatakan: "Jadi, Tuhan meletakkan batu landasan hidup saya di Afrika Selatan, dan menuai benih perjuangan penghormatan diri sebagai bangsa." (Sumber: John MacCain bersama Mark Salter: Karakter-Karakter yang Menggugah Dunia, 2002, hal. 17).

Benny Wenda juga diberikan stigma sebagai buronan penjahat oleh penguasa kolonial Indonesia. Ternyata lidah panjang Indonesia dipotong dan mulut besar kolonial Indonesia dibungkam oleh Walikota Oxford, The Lord Mayor of Oxford, Councillor Craig Simmons pada 17 Juli di Oxford City, bahwa Benny Wenda ialah pemimpin terhormat dan setara dengan pemimpin dunia yang lain. Karena Benny Wenda telah memberikan kontribusi positif di Oxford dan juga di seluruh dunia. Penghargaan untuk Benny Wenda merupakan penghargaan dan penghormatan rakyat dan bangsa West Papua.


3. Kami Bukan Separatis. Kami Tuan dan Pemilik Sah Tanah West Papua.

"Tanah West Papua adalah tanah leluhur kami yang diberikan TUHAN kepada leluhur dan nenek moyang bangsa Melanesia. Leluhur dan nenek moyang mewariskan kepada kami. Kami adalah bangsa West Papua dan rumpun Melanesia. Kami bukan separatis. Kami membela dan mempertahankan martabat dan kehormatan bangsa kami. Tanah West Papua dari Sorong-Merauke bahkan sampai Samarai adalah hak kami dan milik kami. Tidak ada bangsa lain dan orang yang menduduki dan menjajah kami. Kami tahu, kami mengerti, kami belajar dan kami alami Indonesia adalah bangsa kolonial Firaun moderen yang menduduki, menjajah, menindas, merampok, mencuri dan menjarah atas hidup dan tanah kami. KAMI TIDAK TAKUT & GENTAR KEPADA PARA PEMBUNUH DAN PERAMPOK YANG TIDAK PUNYA MORAL DAN HATI NURANI."

Tidak ada yang harus ditakuti. Terlalu hina kalau Tuan Tanah Takut kepada penjajah dan perampok dan pembunuh yang nama Indonesia. Sadarlah, Bangkitlah, hai.....anak-anak Negeri West Papua. Sudah cukup lama martabat kami direndahkan. Sudah cukup lama kami dibuat seperti hewan dan binatang. 

Ingat! Leluhur dan Nenek Moyang kami tidak tahu namanya Indonesia atau NKRI.

Ingat! TUHAN tidak larang West Papua Merdeka. Kitab Suci Alkitab tidak larang West Papua merdeka. Gereja tidak larang West Papua Merdeka. Tetapi yang dilarang TUHAN, dilarang Alkitab dan dilarang Gereja ialah JANGAN MEMBUNUH DAN JANGAN MENCURI (Keluaran 20:13,15).

Mengapa kita sebagai bangsa yang bermatabat dan berdaulat, diam, takut dan membisu ketika Orang Asli West Papua dibantai atas nama NKRI oleh penguasa kolonial kejam Indonesia, TNI-Polri sebagai orang-orang pendatang, tamu? Perilaku para kriminal dan penjahat ini harus dihentikan dan disadarkan bahwa mereka tidak mempunyai hak atas tanah, rakyat dan bangsa West Papua. 

Doa dan harapan saya, tulisan ini menjadi berkat pencerahan, inspirasi dan semangat keberanian. 

Ita Wakhu Purom, 26 Juli 2019.



Pada sunyi malam sosokmu terus membayangiku 

Kuterka gambar wajahmu yang terlintas dibenakku 

Kau, si pemilik senyum tipis dengan rona pipi merah berhasil memikatku 

Serta tatapan tajam yang membuat tenang hatiku


Kau si pemikat senyum Pesonamu telah memicu andrenalinku 

Untuk berani berucap bahwa : aku mengagumimu


Namun lidahku terasa kaku 

Perasaan takut selalu menghinggapiku 

Akankah kau mengacuhkanku? atau 

Kau mempunyai rasa yang sama denganku?


Entah kekagumanku ini pertanda cinta 

Sebab malam selalu menjelma bayangmu 

Mengetuk pintu syaraf sadarku 

Agar bernyali ungkapkan satu kata


Bahwa; Aku Mengagumimu Namum Aku membencimu.Gadis Baya Biru peranakan Tionghoa (Tibar).


AD BANNER

BTemplates.com

Kategori

AD BANNER

Aku Papua

Aku Papua

Izaak S Kijne

Izaak S Kijne

Firman Tuhan


"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohoni, kamu mengucap syurkur kepada Allah di dalam hatimu"



" KOLOSE 3:16"


Post Top Ad

Your Ad Spot

Sponsor

test
Responsive Ads Here

Pengikut

Popular Posts