Kata
Referendum atau Plebisit berasal dari bahasa Latin yaitu
plebiscita yang
berarti pemilihan langsung, dimana pemilih diberi kesempatan untuk memilih atau
menolak suatu
tawaran/usulan. Di Indonesia sering disebut Jajak Pendapat
sedangkan di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) disebut Penentuan Nasib Sendiri (Self
Determination).
CONTOH
REFERENDUM
Pada tanggal 15 Agustus 1962 Belanda dan
Indonesia menandatangani Perjanjian di Gedung Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB),
New York Amerika Serikat mengenai Proses Peralihan Administrasi Pemerintahan
West Papua dan Pengaturan mengenai Proses Referendum tahun 1969. Dalam
Perjanjian tersebut, di mana dalam pasal 18 menyetakan bahwa Pemerintah
Indonesia akan melaksanakan pepera dengan bantuan dan partisipasi dari utusan
PBB dan Stafnya untuk memberikan kepada rakyat yang ada di Papua kesempatan
menjalankan penentuan pendapat secara bebas.
PERJANJIAN
NEW YORK 15 AGUSTUS 1962
Perjanjian ini muncul akibat adanya
dukungan Persenjataan Rusia kepada Pemerintah Indonesia melalui Politik
President Soekarno untuk menolak Hak Pen- duduk Pribumi Papua untuk Menentukan
Nasibnya Sendiri yang dibersiapkan Kerajaan Belanda. Akibatnya Badan Inteligen
Amerika (CIA) mengutus Mr. Elsworth Bunker untuk berunding dengan Soekarno dan
Menteri Luar Negeri Belanda DR. Joseph Lun untuk mencari solusi agar Indonesia
bisa memberhen- tikkan Partai Komunisnya dan Persenjataan Militernya dari
Rusia. Usul Soekarno yaitu agar Belanda segera menyerahkan Administrasi Negara
Papua Barat kepada Indonesia sedangkan usul DR. Joseph Lun yaitu Indonesia
harus bersedia memberikan Hak Penentuan Nasib Sendiri kepada Rakyat Pribumi
Papua. Selanjutnya Bunker membuat suatu Rancangan yang dikenal dengan nama
USULAN/RANCANGAN Bunker yang dimuat dalam Surat Rahasia Presiden Amerika J. F.
Kennedy yang berbunyi “Bapak Ellsworth Bunker, yang telah melakukan tugas
moderator dalam pembicaraan rahasia antara Belanda dan Indo- nesia, telah
menyiapkan formula yang akan mengiz- inkan Belanda untuk menghidupkan kontrol
adminis- tratif di wilayah ke PBB administrator. PBB, pada gilirannya, akan
melepaskan kontrol ke Indonesia dalam periode tertentu. Perjanjian ini akan
mencakup ketentuan-ketentuan di mana orang Papua, dalam pe- riode tertentu,
akan diberikan hak penentuan nasib sendiri. PBB akan terlibat dalam persiapan
untuk pe- laksanaan penentuan nasib sendiri”. Soekarno telah memainkan
perananya untuk men dukung Blok Timur pada era Perang Dingin walaupun Politik
Luar Negeri Indonesia yang Katanya Politik Bebas Aktiv sehingga tidak mendukung
Blok Timur (Rusia yang berpaham Komunis) atau pun Blok Barat (Amerika dan
Sekutunya).
![]() |
Add caption |
|
Foto Bersama Penanda Tanganan Perjanjian New York, 15 Agustus
1962. Dari kiri ke kanan: Soebandrio (Wakil Indonesia), SEKJEN PBB Uthant, DR.
Van Royen (Wakil Belanda), Elsworth Bunker (Mediator), Schurman (Delegasi
Belanda).
PENYERAHAN ADMINISTRASI
Proses penyerahan Administrasi Pemerintahan Papua Barat
dari Kerajaan Belanda kepada suatu Badan Per- wakilan Sementara PBB yaitu UNTEA
(United Nation Temporary Executive Authority) dimulai pada tanggal 1
Oktober 1962. Pada masa Pemerintahan UNTEA, telah diadakan uji coba Jajak
Pendapat di Merauke dan ternyata hasilnya 100% menolak Indonesia. Akibatnya
Soekarno membabi buta untuk menekan PBB sehingga melahirkan suatu perundingan
Rahasia antara Amerika, Belanda dan Indonesia di Roma (Ibu Kota Italy). UNTEA
hanya memimpin negeri Papua dalam kurun waktu singkat yaitu selama 6 bulan saja
akibat kedatangan militer Indonesia yang semakin hari semakin banyak dan
memaksa masyarakat Pribumi Papua untuk menekan PBB segera keluar dari Papua dan
Menolak PEPERA tahun 1969. Kegiatan yang disebut Gerakkan Merah Putih ini
sehingga PBB harus menyerahkan Administrasi Wilayah ini kepada Republik
Indonesia tanggal 1 Mei 1963 (Sesuai Perjanjian Roma yang ditanda tangani
tanggal 30 September 1962 di Ibu Kota Italy). Berikut adalah isi dari
perjanjian Roma yang ditanda-tangani secara Rahasia oleh tiga Negara yaitu
Amerika, Belanda, dan Indonesia antara lain: Referendum atau Pemilihan Bebas
yang direncanakan tahun 1969 dalam perjanjian New York Agustus 1962 dibatalkan
atau dihapuskan saja tetapi pada ayat berikutnya menjelaskan bahwa Indonesia
mengurusi Administrasi Papua hanya selama 25 tahun saja, terhitung mulai dari 1
Mei 1963. Laporan hasil akhir PEPERA diterima di muka Sidang Umum Tanpa Ada
Perdebatan. Amerika Wajib Menanam Saham di Papua un- tuk mengeksploitasi
Kekayaan alam guna pembangunan daerah Papua. Dan Amerika akan memberikan dana
Pembangunan sebesar US. $.30 Juta untuk
Pembangunan selama 25 tahun (Dana ini disebut NKRI tahun 1960an Dana FUNDWI).
Dan Amerika akan memberikan Dana lewat Bank Dunia untuk membantu Indonesia
mengirim Transmigrasi ke Papua mulai tahun 1977 (Transmigrasi pertama ke Timika
setelah pembukaan PT. Freeport tahun 1976).
PERSIAPAN
REFERENDUM
Untuk memenangkan Proses Referendum tahun 1969, maka
Pemerintah NKRI mengambil langkah Operasi Militer untuk membasmi seluruh
Perlawanan Rakyat Pribumi Papua yang menentang NKRI. Awalnya dimulai dengan
Operasi Tumpas tahun 1964-1968 oleh Kartidjo dan Bintoro kemudian Operasi
Khusus oleh Ali Murtopo untuk merekrut seluruh Tokoh Masyarakat, Agama, ORMAS,
dll serta menampung di suatu penampungan khusus yang dijaga ketat sehingga
tidak ada komunikasi dengan keluarga mereka. Terben- tuknya Dewan Musyawarah
PEPERA (DMP) di Jayapura tanpa ada Konsultasi dengan Dewan-Dewan seluruh Papua
sesuai Perjanjian New York Pasal 18. Pembatasan jumlah Peserta Jajak Pendapat
menjadi 1026 orang yang terdiri dari Penduduk Pribumi dan Non Pribumi Papua
adalah kekuasaan NKRI karena telah diatur dalam Perjanjian Roma. Akibatnya,
banyak Rakyat Pribumi emosi dan ingin berontak tetapi tak berdaya karena tak
ada pasukan Perdamaian Inter- nasional pada saat Persiapan maupun Pelaksanaan
PEPERA tahun 1969. Dari hal ini terlihat jelas bahwa NKRI dan PBB telah
melanggar Pasal 18 dari Perjanjian yang ditanda-tangani di gedung PBB tanpa
meli- batkan Orang Papua sebagai Pemilik Wilayah tersebut.
Peserta PEPERA di Fakfak
KESIMPULAN
2.
Pepera
1969 Tidak melalui Aturan Jelas.
3. Rakya Papua Minta Negara Indonesian dan
PBB Untuk Mengakui Kedaulatan Negara Papua Barat.